Wajah Alice menegang.” Julius?”
Ini pertama kalinya ia berkomentar sejak aku tiba
kemari,kecuali saat ia dimintai komentar oleh ayahnya.
Aku mengangkat alis.” Kenapa? Kawan lama?”
Alice menggeleng.” Nggak apa-apa. Cuma pernah mendengar
namanya entah dimana.”
Alice mengalihkan pandangan,memberiku sebuah petunjuk, bohong.
“Sebenarnya,Lucas,”Joshua memandangku,serius sekali.” Kau
meninggalkan Benedict di pekarangan sendirian lho. Terkapar begitu saja.”
Tiba-tiba jantungku serasa merosot.” Eh? A-apa?”
Wajah serius Joshua rileks sedikit.” Tenanglah. Aku tau
kalau kau panik,kau takkan memperhatikan sekelilingmu lagi. Aku sudah mengirim
orang untuk membereskan dan mengamankan rumahmu. Aku akan memberitahu Black
soal ini nanti.”
Aku menunduk gugup. Astaga,Joshua ahli sekali membuat
orang lain terkena serangan jantung
kronis.”Black?”
“Kau butuh istirahat,”Joshua memutuskan.” Kau nggak
mungkin pulang,terlalu beresiko. Malam ini,kau dan adikmu,akan menginap di
sini. Alice akan menunjukkan jalannya padamu dan membantumu beres-beres.”
“B-beres-beres?” tanyaku heran.
“Sudah kubilang,aku mengutus orang ku ke rumahmu kan?”
“Oh.”
Suara mobil menekan-nekan klakson terdengar dari luar rumah.
Benar-benar berisik. Joshua mengernyit
lalu kemudian berkata,”Baik,sepertinya barang-barangmu sudah sampai.”
“Er...”gumamku kaku.” Terima kasih...eh...Sir Joshua.”
Joshua memandangku lalu memberiku tatapan jenakanya.”
Nggak masalah,Rajawali! Aku yakin kau dapat menyelesaikan segala hal! Nggak
usah dipikirin! Nah,kalian berdua,sana ke mobil ambil barang-barang Lucas!”
Aku tak pernah menyangka ada orang yang tahu letak-letak
barangku di rumah,yang menurutku,agak aneh...dan mengerikan. Seseorang yang
dikirim Joshua telah membereskan barangbarang kami dan mengemasnya dalam 2
koper besar.
Beberapa waktu yang lalu,aku lupa dimana kuletakkan
skateboard biru tua ku,dan sekarang skateboard itu ada di mobil pick-up merah
besar yang bermuatan 2 koper besar dan sejumlah barang lain yang tidak
kuketahui dan mungkin juga bukan milikku.
“Apa itu?” tanyaku,menunjuk sejumlah barang-barang tak
kukenal itu.
“Itu... barang-barang entah-apa
punya ayah,”gumam Alice monoton.” Ambil saja barangmu.”
“Err...oke.”
Aku mengambil koper-koper besar yang kukenali adalah
milikku---salah,milik keluarga--- dan Alice membantuku menurunkannya ke tanah.
Asal kalian tahu saja,aku nggak ngerti kenapa koper itu bisa memiliki berat 1
ton.
Setelah selesai menurunkan 2 koper dan skateboard
tuaku,aku dan Alice bersama-sama menyeret koper berat itu,masing-masing
menyeret sebuah.
Alice menuntun ku naik tangga kayu spiral yang
berputar-putar.” Lantai 3,”katanya.
Lantai 3. Bayangkan saja harus naik tangga putar yang
memusingkan sampai lantai 3 dengan menyeret beban seberat 1 ton.
Setelah perjalanan yang terasa hamir tak ada ujungnya itu
(maaf,aku terlalu putus asa soalnya,karena tinggi 1 lantai mungkin sekitar 6
meter) akhirnya Alice menuntunku ke sebuah kamar. Kami masuk. Kamar itu
memiliki desain sederhana,dindingnya berwarna biru muda seperti langit dan
sebuah jendela berkusen kayu bertengger di sisi kiri dinding,menghadap ke
halaman rumah. Tak banyak barang dan perabotan disana,cuma ada sebuah meja
kerja biasa dengan kursi bersandarnya,sebuah tempat tidur yang bisa ditiduri 1
orang saja,dan sebuah lemari pakaian kayu setinggi 1,5 meter.
“Adikmu,kuputuskan,akan sekamar denganku,”kata Alice
sambil meletakkan koper yang dipegangnya ke lantai ubin.” Nah,sebaiknya kita
bereskan barangmu dulu. Yang mana kopermu?”
Aku mengangkat bahu.” Yang mana sajalah. Mungkin yang itu.”
Aku menunujuk koper yang sedang dipegang Alice. Alice
menatap koper itu sejenak,lalu menjentikkan jarinya. Terdengar suara click! kecil dan Alice menarik resleting
koper itu hingga terbuka.
Aku takjub sejenak,yakin bahwa aku baru saja menyaksikan
sihir betulan.” Bagaimana caranya---“
“Teknik kecil sederhana,”jawab Alice enteng,lalu melihat
barang di dalam koper. Ia mengernyit.” Kelihatannya ini...”
“Punyaku,”kataku cepat. Aku tak bisa membiarkan cewek yang
kukenal tak lebih dari 3 jam ini mengobrak-abrik barang pribadiku.” Kalau kau
nggak keberatan,aku lebih senang jika aku sendiri yang menyusun barangku
sendiri.”
Aku tak bermaksud untuk tidak sopan,tapi nada bicaraku
terdengar lebih dingin dari yang kukehendaki.
Alice mengangkat alisnya,tampaknya agak
tersinggung---bukan,aku kesulitan membaca ekspresi wajahnya.” Oke.”
Lalu dia pun keluar.
Aku menghempaskan diriku ke atas tempat tidur yang
berseprai biru muda yang senada dengan cat biru dindingnya,menghela nafas
panjang. Perlu waktu bagiku untuk memahami semua ini. Aku perlu tidur,tentu
saja.
dan aku tertidur.
No comments:
Post a Comment