Friday, December 28, 2012

Chapter 2 Hortenz School - Part 4


Karena satu-satunya temanku di kelas ini cuma Julius,maka aku kembali duduk sebangku dengannya.
Sebenarnya dia juga tak bisa dibilang teman yang mudah bergaul dan aku tak yakin aku suka padanya atau tidak,tapi tampaknya sementara ini sih dia bisa jadi sahabatku. Bagaimana menurut kalian?
Elaine sendiri juga tampaknya kurang senang padaku karena kelihatannya ia juga ingin duduk di sebelah Julius,atau karena ia harus terpaksa duduk dengan seorang pemuda lain yang berotot dan berwajah sangar yang memiliki rambut merah dipotong agak berantakkan.
“Ini Roger Teague*,”Julius memperkenalkan pemuda sangar itu padaku.” Teman kami yang lain. Roger,Lucas Kingston.”
Aku mencoba memberi senyum terbaikku pada pemuda yang tampaknya tak begitu ramah itu.” Senang berkenalan denganmu.”
Aku mengulurkan tanganku padanya,sambil berdoa ia tidak akan mematahkan jari-jariku. Kau tak tau ekspresinya segarang apa. Roger mirip tipe cowok yang bermasalah yang lebih baik kau jadikan sekutu daripada musuh. Mungkin kalau aku salah bicara,bisa-bisa gigiku rontok semua dibuatnya. Ia sama sekali tak tersenyum,tapi ia menjabat tanganku.
Untung saja jari-jariku masih selamat.
“Roger,”tegur Elaine.” Sewaktu berkenalan,kau harus tersenyum ramah,bukan memasang ekspresi seolah mau memangsa orang begitu.”
Paling tidak Roger berusaha menuruti kata-kata Elaine,tapi “senyum” Roger (yang ia sunggingkan dengan patuh sesuai perintah Elaine) hanya berupa tarikan bibir yang membuatku merasa seperti berhadapan dengan monster yang belum buang air besar selama sebulan.
“Itu bukan senyuman,”Elaine seketika berkata.
“Ya,senyuman.”
“Tidak,”Elaine bersikeras.” Bibirmu bahkan tidak melengkung ke atas...bukannya sudah kuajari kau cara tersenyum ya ng baik?! Dan tak usah pasang muka sangar mu yang sudah bosan kulihat. Aku tak takut sedikitpun,malah membuatku mau tertawa.”
“Dia selalu tegang waktu kenalan,”kata Julius.” Sudah biasa. Nah,ini Lucas Kingston. Kau sudah tau siapa gadis ini kan? Elaine Caine.”
Ini kesempatan yang sejak tadi kutunggu-tunggu.
Elaine tersenyum ramah padaku.” Nama panggilanku Elaine.”
Aku balas tersenyum.” Aku biasa dipanggil Luke.”
“Luke,”gumamnya.” Nama yang bagus.”
Kemudian kami tak bisa melanjutkan obrolan kami lagi karena guru sudah masuk ke kelas.
“Aku Octavius,”kata guru yang masuk tadi.” Biasanya murid-murid memanggilku Mr. Octavius. Nah,saya akan mengajari kalian Kesenian. Literature.”
Roger terkikik.” Mr. Octopus pegang kuas menggambar?”
Aku harus menggigit bibir bawahku agar tidak tertawa. Julius menghela nafas pelan seolah sudah tau sifat buruk Roger,tapi toh ia tersenyum juga.
“Ada masalah di belakang sana?” tanya Mr. Octavius.
Aku dan Roger berusaha memasang wajah paling tak berdosa yang sanggup kami buat (meski wajah justru makin garang karenanya). Julius segera meratakan senyumnya dan memasang ekspresi serius seolah ia memang mendengarkan Mr. Octavius dengan baik.
“Baik,”kata Mr. Octavius,yang tingginya Cuma sekitar 160 cm dan bertubuh gempal.” Catat ini.”
Mr. Octavius mengambil kapur dan mulai menulis di papan tulis.
Tiba-tiba pintu kelas dibuka.
Angelo Princeton masuk,sementara di luar kelas terdengar teriakan para cewek gila. Tampaknya Angelo agak kewalahan,sepertinya ia sedang berusaha kabur dari kejaran para cewek.
“Maaf saya tak sopan,Mr. Octavian,”kata Angelo sopan. Jarang juga ada anak kaya yang sesopan ini. Biasanya---sesuai yang kubaca,anak orang kaya selalu berlaku sesuka hatinya.” Tapi anda bisa lihat sendiri bahwa keadaannya agak—eh,kurang terkendali. Dan---“
Suara para gadis menenggelamkan suara Angelo sehingga Angelo terpaksa diam. Elaine menutupi telinganya.
Angelo berdeham keras.” Para ladies yang cantik,bisa tidak membiarkan saya bicara sebentar?”
Tapi para cewek tak mau diam. Terdengar nada protes kurang senang dari mereka.
“Selalu saja begini,Princeton,”gerutu Mr. Octavius.” Jika kau berpakaian lebih sederhana,mereka tidak akan seheboh ini.”
Angelo tampak terkejut sekaligus heran.” Ini pakaianku yang paling sederhana,Mr. Octowayne.”
Mr. Octavius menghela nafas.” Octavius,bukan Octavian ataupun Octowayne---“
“Kuharap dia bilang Octopus,”desis Roger.
Angelo mengerjap.” Octavius. Setuju.”
Suara riuh di luar mendadak mati sunyi. Baik mr. Octavius maupun Angelo sampai terpaku.
Seorang gadis berambut pirang kehitaman yang panjang rambutnya sampai pinggang dan diikat satu di sisi kepala,masuk dengan langkah tenang. Matanya berwarna hitam kelam,tak tampak sedikitpun keceriaan ataupun—maaf---tanda kehidupan yang terpancar,seolah dia itu sudah mati. Ia mengingatkanku pada Lara Croft dalam film Tomb Rider,kejam dan tak berperasaan,menantang,seolah tak takut apapun,campur aduk jadi satu. Yang membedakannya dari Lara Croft mungkin adalah bahwa Lara Croft lebih manusiawi daripada gadis ini. Singkat cerita,gadis ini sangat suram,auranya mengerikan dan gelap. Ia memutar tas selempangnya.
Ia menatap para gadis di luar.” Kalian menghalangi jalan,dan teriakan kalian membuatku muak. Keluarlah.”
Sungguh kata-kata yang dingin dan tak berperasaan.
Para gadis beringsut pergi,tak berani membantah.
“Dia hebat,”Julius mengaku.
“Sorry Ladies!”
Angelo mengambil bangku kosong paling belakang,lalu duduk dengan gaya pangeran. Mr. Octavius kembali menulis sementara gadis itu berkata,”Maaf saya telat.”
“Silahkan mengambil tempat,Peverell.”
“Alice Peverell?”gumam Elaine dan Roger bersamaan.
Gadis yang bernama Alice itu beranjak ke sebelah Angelo,lalu duduk. Angelo tertawa dan berkata,”Hei,Alice! Kau selamatkan nyawaku!”
Tanpa menoleh pada Angelo,Alice berkata dingin,”terserah.”
Aura mengantuk menyebar ke seluruh ruangan ketika pelajaran dilanjutkan. Roger bahkan sudah ketiduran. Elaine membaca bukunya dengan tekun dan serius,yang sebenarnya---setelah aku mengintip dari balik bahu Elaine---adalah novel yang diletakkan di bawah buku Literature. Mata Julius sendiri sudah setengah terbuka,tak kuasa menahan kantuknya. Aku menoleh ke belakang. Angelo menguap,menutup mulutnya dengan tangannya,sementara Alice melamun seolah sedang memikirkan sesuatu yang lain,bukannya menyimak soal Teknik Dasar Mengarang yang diterangkan Mr. Octavius.
Waktu berjalan lambat,kemudian,akhirnya,bel tanda istirahat berbunyi.  
“Aku mau beli cemilan,tadi pagi tidak sempat sarapan,”kata Julius seraya berdiri.” Ayo,Roger.”
Roger tampaknya tak terlalu setuju untuk mengikuti keinginan Julius.” Hah? Tapi---“
Julius memberi tatapan penuh arti pada Roger. Ada pergulatan tak kasatmata di antara mereka berdua,dan Julius menang.
Roger menelan ludah.” Oh yeah! Oke,tentu saja! Kenapa tidak?”
“Senang mendengarnya,”kata Julius datar,lalu Julius mengalihkan tatapannya kepadaku,memandangku seolah ingin berkata,sudah kubukakan peluang emas. Manfaatkan dengan baik.
Aku menelan ludah dengan kaku ketika Julius dan Roger (yang kelihatannya terpaksa ikut) pergi. Elaine memandangku,seolah sedang mencari topik pembicaraan yang bagus.
“Apa kau tertarik dengan permainan tebak angka? Misalnya...pemecahan kode rahasia?”
Topik aneh yang ditanyakan tipe gadis seperti Elaine,dan aku tak tertarik dengan film kode-kodean. Tapi aku harus menyenangkan hatinya,jadi aku menjawab,”lumayan suka. Kenapa?”
Tiba-tiba ekspresi Elaine menjadi sangat senang---hampir girang,sebenarnya.” Rasanya menebak angka yang berjumlah banyak...seperti tipe 16 digit. Kalau jadi aku,aku akan mengisinya dengan tanggal lahir setiap anggota keluargaku. Bagaimana menurutmu?”
“Ya,masuk akal,”kataku pura-pura tertarik,supaya ia tak kecewa padaku.
Elaine berhenti,tampaknya dia tau bahwa aku cuma pura-pura tertarik. Ia mengganti topik.
“Kapan ulang tahun mu?” tanyanya.
Aku agak terkejut dengan perubahan topik mendadak ini.” Eh---12 Agustus.”
Elaine tersenyum. Percayalah,kau tak akan kuat menghadapi senyumannya,tapi aku berusaha bertahan agar tidak memujinya.” Kapan ulang tahun kakak dan adikmu?”
“Ultah tepat natal,”gumamku berusaha mengingat-ingat.” Maggie lahir pada tanggal 15 Oktober,tapi secara hukumnya sih 18 Oktober,karena Ayah baru mendaftarkannya ke kantor sipil.”
“Pantas saja,”gumam nya.
Aku memandang Elaine.” Apa?”
Elaine menatapku.” Tidak. Nah,kapan ultah ayahmu?”
Aku menatap Elaine serius.” Kau seperti mata-mata saja.”
Elaine tertawa,tapi tawanya terkesan agak kaku dan aneh.” Benarkah? Kuterima pujianmu. Jadi,kapan ultah Ayahmu?”
“13 Juli,”jawabku,masih merasa aneh.
Elaine mengangguk lalu ia tertawa.” Kalau begitu,jika dimasukkan dalam kode 16 digit,berarti kodenya 1307-2512-1208-1510?”
“Kupikir kenapa,ternyata kau lagi-lagi membahas topik favoritmu,”aku pura-pura mengeluh.” Kukira kau ini mata-mata atau apa.”
Elaine tertawa,garis wajahnya terlihat senang dan geli.” Nah,kalau aku sih akan memasukkan kode sesuai urutan keluargaku,jadi kalau diurutkan,jadi 2309----“
“Kalian dalam obrolan seru,sepertinya.”
Roger dan Julius sudah kembali,sambil membawa nampan penuh berisi Cola dan french fries,sebungkus nasi,dan hamburger besar isi beef double.
“Obrolan seru pula,”Elaine mencibir.
“Cemilan?”gumamku ragu.” Kelihatannya itu makanan berat.”
“Aku belum sarapan,”Julius membela diri.” Sebaiknya aku makan sebelum guru matematika datang.”
 Pelajaran selanjutnya adalah Matematika,pelajaran yang tak lebih menarik daripada fisika.
Sebenarnya guru matematika kami oke juga,sih. Dia seorang pria kurus tinggi berwajah datar yang terlihat membosankan,sama sepertinya pakaiannya,dan dia tidak keberatan jika kami ngobrol asalkan tidak terlalu ribut,sementara ia mengoceh membosankan soal...apa itu? Aljabar?
Saat di tengah-tengah pelajaran,tiba-tiba Mr. Pearson (guru matematika kami) menerima panggilan telepon lalu berkata,”Caine,kau diminta pulang karena urusan keluarga.”
Elaine tampak terkejut.” Eh,baiklah mr. Pearson.”
Elaine bangkit mengambil tasnya dan bergumam pelan pamit pada kami,lalu keluar dengan sopan.
“Apa yang terjadi?”tanyaku ingin tahu.
“Mungkin soal reuni orangtuanya,”jawab Julius seadanya.” Semoga ia baik-baik saja,apalagi dia cuma sendirian.”
Aku bingung.” Kau bicara seolah dia mau pergi melintasi gurun kematian saja.”
“Mungkin. Sudah,jangan bahas ini lagi. Kita sudah dipelototi Mr. Pearson.


*read : teeg

No comments:

Post a Comment